Setelah Sukabumi
pada 23 September lalu, kini giliran Kota Garut yang mengalami banjir bandang.
Pada minggu (11/10/2020), hujan deras yang mengguyur Kota Garut seharian
membuat air sungai Cikaso di kabupaten Pameungpeuk naik. Kenaikan air tersebut
ternyata berlanjut hingga sekitar pukul 3 dini hari.
Melihat kondisi
tersebut, Pak Engkus, selaku ketua RT 03 Desa Bintara, memperingatkan warga
agar tetap terjaga dan jangan sampai tertidur untuk berjaga-jaga kalau-kalau
air sungai meluap. Hal yang dikhawatirkan pun akhirnya terjadi, sekitar pukul 5
pagi air sungai Cikaso meluap dan membanjiri hampir keseluruhan wilayah Desa
Bintara. Untuk mengevakuasi warga, Pak Engkus memanfaatkan pentungan.
Air sungai
Cikaso yang meluap menjadi banjir bandang menghancurkan sekitar 30 rumah dari
total keseluruhan (70 rumah). Warga yang telah kehilangan rumah serta harta
bendanya yang terbawa hanyut oleh banjir bandang kemudian diungsikan, sebagian
tinggal di rumah warga yang tidak terdampak banjir sedangkan sebagian lain
diungsikan ke aula desa. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa
tersebut.
Alhamdulillah,
berdasarkan laporan warga Desa Bintara serta Pak Engkus, bantuan dari berbagai
macam komunitas dan relawan berdatangan pasca banjir mulai reda. Bantuan yang
mereka berikan berbentuk sumbangan bahan pangan serta pakaian, juga berbagai
barang kebutuhan sehari-hari. Informasi ini didapatkan langsung dari hasil
wawancara dengan beliau.
Komunitas yang turut
berpartisipasi dalam membantu warga Desa Bintara pasca bencana adalah komunitas
Hayu Atuh Berbagi dan Lembaga Kepemudaan Metamorfrosa Indonesia Bandung.
Tepatnya pada tanggal 18 Oktober 2020, dua komunitas tersebut mengunjungi Desa
Bintara yang lokasinya berada tepat di bawah jembatan Cikaso. Saya menjadi
salah satu relawan dari Metamorfrosa.
Metamorfrosa Indonesia Bandung bersama Hayu Atuh Berbagi saling berkolaborasi membuat sebuah acara bakti sosial yang bertujuan untuk memberikan hiburan dan semangat bagi warga. Acara yang berlangsung dari pukul sebelas siang hingga pukul dua siang tersebut dimeriahkan dengan antusiasme warga sekitar terutama anak-anak.
Pada awal
kedatangan kami para warga sudah menyambut dan mengarahkan kami ke lokasi untuk
kemudian memarkirkan mobil. Terlihat bahwa warga merasa senang dengan kehadiran
kami di lokasi tersebut yang mungkin sudah mereka duga sebelumnya akan
memberikan bantuan. Setelah turun dari mobil, kami langsung menuju ke arah
sungai Cikaso untuk bertemu dengan warga lainnya.
Selama menyusuri
perjalanan menuju ke tepian sungai Cikaso, kami melewati beberapa rumah warga
yang telah rusak. Kondisi bangunan masih berdiri tegak tetapi beberapa bagian
dari bangunan tersebut telah rusak dan berantakan. Tidak hanya bangunan rumah,
beberapa pohon di desa tersebut tumbang dan sebagian kecil mengalangi jalan.
Sesampainya kami
di tepian sungai Cikaso, kami kembali disambut oleh Pak Engkus selaku ketua RT
03 RW 13. Kondisi sungai Cikaso saat kami datang sudah kembali normal bahkan
dapat dikatakan sangat dangkal dan tenang. Terlihat di seberang sungai banyak
anak-anak yang tengah mandi sambil bermain air.
Arus di sungai
Cikaso tidak terlalu deras sehingga kami diperbolehkan untuk melewatinya. Saya
beserta tiga orang relawan lainnya (Nashir, Adhi, dan Luthfi) mencoba untuk
menyeberangi sungai tersebut. Air sungai Cikaso cukup jernih sehingga tidak
salah jika warga memanfaatkannya untuk MCK. Sebelum banjir bandang terjadi
sebenarnya para warga telah memiliki mesin pemompa air di masing-masing rumah
mereka.
Saat kami hampir
sampai di tepian sungai yang lain, kami tidak langsung naik ke permukaan. Kami
memilih untuk tetap berdiri di atas aliran sungai Cikaso sambil mewawancarai
Pak Engkus terkait banjir bandang. Dari hasil wawancara itulah kami mendapatkan
beberapa data mengenai kronologis bencana hingga apa yang sangat dibutuhkan
oleh warga saat ini.
Warga desa
sangatlah terbuka pada setiap bantuan yang datang datang untuk mereka bahkan
mereka sangat antusian menerima kedatangan kami. Namun melihat pada kondisi
mereka saat ini yang mereka sangat butuhkan adalah bahan bangunan dan jika
perlu tenaga yang memadai. Mereka masih memerlukan bantuan untuk membangun
kembali rumah mereka.
Sebuah Harapan di Balik Peristiwa
Bencana banjir
bandang yang meluluhlantahkan desa mereka nyatanya tak membuat mereka terpuruk
begitu dalam. Nasib butuk yang menimpa mereka tak menghilangkan gurat harapan
dari wajah-wajah polos mereka. Harapan masih ada dan terpancar jelas terutama
pada wajah-wajah polos anak-anak Desa Bintara.
Di tengah
porak-porandaknya kondisi desa, masih banyak keceriaan yang terumbar, masih ada
antusiasme yang memeriahkan sebuah acara sederhana dari kami. Peristiwa yang
terjadi seolah menjadi angin lalu yang tak mereka gubris. Saya akui bahwa
mental mereka benar-benar kuat.
Selain keceriaan
yang mewarnai Desa Bintara, pengetahuan anak-anak desa terhadap agama menjadi
harapan baru yang kita temui, ketaatan mereka dalam menjalani ibadah, hingga
beberapa surat dalam Al-Qur’an yang mereka hafal serta doa sehari-hari. Mungkin
hal ini juga yang membuat mereka begitu kuat dalam menghadapi peristiwa yang
terjadi.
Dalam mushola
yang sederhana, kami menjalankan ibadah sholat dhuhur bersama anak-anak desa
yang juga turut serta. Selepas sholat kami berkumpul sejenak menghabiskan waktu
bersama anak-anak desa sambil beristirahat. Di situlah kami melihat bahwa
pengetahuan anak-anak desa mengenai agama islam dapat dikatakan baik untuk usia
mereka.
Sebelum kami
pulang, warga desa masih sempat menawarkan kami sebuah suguhan. Meskipun hanya
sebuah suguhan sederhana tetapi hal tersebut menjadi penanda bahwa mereka
sangat amat terbuka dengan kehadiran kami. Kami pun senang dengan kesempatan
yang telah kami dapatkan untuk mengunjungi Desa Bintara ini. Semoga segera
kondisi Desa Bintara di Kabupaten Pameungpeuk Garut bisa kembali pulih.
Pengalaman ini
membawa saya pada sebuah lingkungan baru yang membuat saya terkesima.
Kebahagiaan warga Desa Bintara seolah menjadi pemacu baru bagi para pemuda
untuk dapat terus memberikan dampak kebaikan bagi lingkungannya. Di kawasan
yang sangat sederhana, masih ada tunas-tunas bangsa yang memerlukan sarana
untuk mereka berkembang. Untuk kemudian menjadikan mereka sebagai generasi
penerus yang berkualitas.
Dari pengalaman
tersebut, saya secara pribadi belajar bahwa bagaimanapun keadan kita saat ini,
haruslah selalu percaya bahwa pertolongan Allah itu dekat. Senantiasa berbaik
sangka pada takdir-Nya merupakan kunci untuk kita mencapai kebahagiaan dalam
kehidupan. Dan yang terpenting bagi saya pribadi adalah, selalu ada harapan
yang tersimpan dan terpancar dari setiap peristiwa yang telah menjadi takdir
kita.
Maka, jangan
pernah menyerah pada keadaan, jangan pernah terpuruk terlalu dalam karena
mungkin di balik setiap peristiwa, Allah tengah menguji keimanan kita. Yakin,
bahwa di balik setiap peristiwa Allah selalu menyimpan kejutan terbaik-Nya
untuk kita. Terus belajar untuk berdaya bagi diri sendiri menjadi kunci untuk
kita dapat berdaya untuk orang lain. Selanjutkan tinggal tugas kita untuk
berkarya, memajukan bangsa Indonesia.
Komentar
Posting Komentar