Saat ini dunia tengah digemparkan oleh pandemi yang bersifat global yaitu Covid-19. Pandemi yang berasal dari Kota Wuhan di China ini mulai menyebar di Indonesia pada akhir bulan Februari. Kehadiran pandemi Covid-19 di Indonesia membuat pemerintah harus mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan tersebut dikeluarkan oleh pemerintah guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Kebijakan tersebut mengharuskan masyarakat Indonesia untuk tetap berada di rumah dan menghentikan segala bentuk kegiatan di luar rumah termasuk pekerjaan. Hal ini berdampak pada penutupan beberapa perusahaan karena harus merumahkan bahkan melakukan Pemutusan Hak Kerja (PHK) para pegawainya. Kondisi ini terjadi pada beberapa perusahaan yang membutuhkan tenaga buruh dalam produksinya.
Keadaan tersebut membuat sejumlah besar masyarakat
Indonesia kehilangan pemasukan sehari-hari mereka. Dampak dari PSBB ini sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia khususnya para buruh dan pekerja lapangan.
Mereka terpaksa berhenti dari pekerjaan mereka karena perusahaan sudah tidak
sanggup lagi menggaji mereka. Selain itu, kebijakan PSBB membuat pergerakan
masyarakat menjadi terbatas. Hal ini berpengaruh pada pendapatan para pedagang
dan pekerja lapangan.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang
terkena dampak ekonomi, beberapa pihak masyarakat melakukan sebuah aksi sosial
di tengah pandemi. Aksi sosial tersebut dilakukan dalam bentuk pemberian
bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak ekonomi. Aksi ini dilakukan oleh
sejumlah masyarakat yang memiliki kestabilan ekonomi di tengah pandemi. Bantuan
yang diberikan kepada masyarakat umumnya berupa sembako untuk memenuhi
kebutuhan pangan. Selain sembako, beberapa pihak memberikan bantuan dalam bentuk
masker dan hand-sanitizer untuk para
pekerja jalanan yang masih harus bekerja. Dilansir dari merdeka.com, masyarakat
yang menjadi sasaran bantuan terdiri dari komunitas-komunitas masyarakat
seperti warga difabel, panti asuhan, dan pesantren. Selain itu, bantuan juga
diberikan kepada para pekerja lapangan dari berbagai profesi seperti pedagang
kecil, sopir angkutan umum, pengemudi ojek online, petani, pengurus masjid,
hingga guru mengaji.
Pihak-pihak yang terlibat dalam aksi tersebut tidak
hanya dari kalangan pemerintah tetapi juga dari lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, baik formal maupun informal. Selain berkelompok, ada juga yang
bergerak secara individu dalam memberikan bantuan. Salah satu contoh pihak yang
melakukan aksi sosial di tengah pandemi yaitu Paguyuban Masyarakat Tionghoa
Surabaya (PMTS) yang dilansir oleh bisnis.com. Paguyuban Masyarakat Tionghoa
Surabaya menyalurkan bantuan kepada masyarakat melalui Pemprov Jatim, Polda
Jatim, Polrestabes Surabaya, PWNU, Muhammadiyah, juga Pemkot Surabaya. Bantuan
yang diberikan berupa 20 ton beras, 5.000 masker, dan 4.000 buah sabun cuci tangan.
Selain PMTS, Komunitas Otomotif Toyota Sienta
Community Indonesia (TOSCA) juga turut melakukan aksi sosial di beberapa
kawasan Kota Jakarta. Berita yang dilansir oleh carvaganza.com ini menyebutkan
bahwa TOSCA tidak hanya bergerak sendiri tetapi juga berkolaborasi dengan
Toyota Dealer Auto 2000 dan Satuan Pengawal Polda Metro Jaya. Kegiatan yang
dilakukan oleh TOSCA meliputi donor darah mandiri, fogging kendaraan umum di
Terminal Kampung Rambutan. Komunitas TOSCA juga memberikan donasi berupa tempat
cuci tangan portable di Jalan Gadog Raya Depok.
Pihak masyarakat yang memiliki ekonomi berkecukupan
dan relatif stabil di masa pandemi memberikan pengaruh yang cukup besar bagi
masyarakat yang terkena dampak penurunan ekonomi. Bantuan dari mereka mampu
meringankan beban masyarakat—khususnya masyarakat miskin—untuk tetap bisa
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Belum lagi bantuan lain pun datang dari
pihak pemerintah. Jika terus berlanjut, kondisi seperti ini sangatlah bagus
untuk menopang kemiskinan yang terjadi di Indonesia selama masa pandemi
Covid-19. Sikap ini juga merupakan pencerminan dari sikap gotong royong.
Namun di sisi lain, muncul sebuah pertanyaan penting.
Apakah mungkin masyarakat Indonesia hanya mengandalkan bantuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari? Pertanyaan tersebut menjadi sebuah pertanyaan yang
penting terutama di masa penurunan ekonomi seperti saat ini. Ada kalanya
masyarakat berkecukupan tidak dapat lagi memberikan donasi mereka bagi
masyarakat miskin. Mereka juga harus memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri
untuk tetap bertahan hidup. Dengan kata lain, aksi sosial seperti itu ada
masanya untuk berhenti. Selain itu, aksi sosial semacam itu membuat masyarakat
Indonesia melupakan sebuah nilai penting yang seharusnya ada dalam diri mereka.
Nilai yang dimaksud adalah pemberdayaan diri sendiri.
Kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan yang riskan
dan harus terpenuhi setiap hari. Namun di masa pandemi, masyarakat harus
berdiam diri di rumah. Selain itu, masyarakat yang kehilangan pekerjaan juga
membuat daya beli masyarakat semakin menurun. Hal ini juga berdampak pada
menurunnya pendapatan para pedagang. Oleh karena itu, kemampuan mengelola
sumber daya sekitar menjadi sebuah kebutuhan di masa pandemic Covid-19 ini.
Salah satu bentuk upaya pemanfaatan sumber daya
terdekat yang dapat dilakukan di rumah adalah bercocok tanam. Bercocok tanam di
rumah atau yang dikenal dengan istilah pertanian keluarga tidak memerlukan
lahan yang luas untuk melakukannya. Penghuni rumah dapat memanfaatkan lahan kecil yang berada di sekitar rumah
seperti halaman depan maupun belakang. Tidak hanya lahan di sekitar rumah, pot
juga dapat menjadi salah satu media yang bisa digunakan dalam pertanian
keluarga. Pot merupakan benda yang paling flexible
untuk dijadikan media penanaman. Jika rumah tidak memiliki pekarangan atau
sangat tidak memungkinkan untuk menanam tanaman di pekarangan rumah, maka pot
menjadi pilihan yang bagus untuk bercocok tanam.
Konsep pertanian keluarga ini sangat cocok dilakukan di
perkotaan, mengingat lahan pertanian di perkotaan sangatlah minim. Lahan
pertanian yang minim ini berbanding terbalik dengan besarnya kebutuhan pangan
masyarakat terutama di masa pandemic Covid-19. Melalui pertanian keluarga,
diharapkan masyarakat perkotaan dapat memenuhi kebutuhan pangannya secara
mandiri. Mengutip dari ANTARANEWS.com, program pertanian keluarga ini meliputi
tanaman pangan, holtikultura, ternak, pengomposan sampah, dan tanaman hias.
Selain pekarangan rumah dan pot, pertanian keluarga dapat
dilakukan dalam bentuk hidroponik. Hidroponik sendiri merupakan cara yang
paling cocok dilakukan di perkotaan. Hal ini disebabkan hidroponik merupakan
cara menanam tanaman tanpa tanah. Air menjadi unsur utama yang memenuhi nutrisi
tanaman hidroponik melalui media yang tidak mengandung hara seperti spons, batu
apung, serbuk gergaji, dan lain sebagainya.
Salah satu keunggulan dari sistem hidroponik adalah
hasil tanaman yang lebih banyak dengan masa panen yang singkat. Di samping
hasil panen yang lebih banyak dan waktu panen yang singkat, hidroponik juga
dapat digunakan berulang kali. Keindahan desain dari hidroponik juga dapat
menambah estetika rumah. Penggunaan air sebagai unsur utama penanaman membuat
tanaman hidroponik bebas dari gulma atau tumbuhan pengganggu. Selama ini,
tanaman-tanaman yang sering ditanam menggunakan hidroponik yaitu melon, timun
jepang, terong jepang, selada, tomat, dan paprika.
Hasil panen yang banyak dari hiroponik dengan kualitas
tanaman yang baik, selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan juga dapat
bernilai ekonomis. Maksudnya, hasil panen yang didapatkan bisa juga dijual dan
menghasilkan pendapatan tambahan. Namun hal ini dapat dilakukan apabila hasil
tanaman memiliki kualitas yang sangat baik dan layak untuk dijual. Hidroponik
yang digunakan juga harus memiliki ukuran yang lebih besar lagi agar hasil
panen yang di dapatkan juga lebih banyak.
Konservasi
nilai agraris dan implementasinya di masyarakat
Pertanian keluarga atau family farming tidak hanya dilihat dari hasil panen yang dapat
digunakan untuk memenuhi pangan keluarga. Lebih dari itu, pertanian keluarga
memiliki dampak psikologis yang begitu besar bagi setiap pelakunya terutama di
masa pandemic Covid-19. Bercocok tanam merupakan salah satu cara menghilangkan
kepenatan, hal inilah yang membuat pertanian keluarga menjadi kegiatan yang
sangat cocok dilakukan saat ini. Rasa penat yang melanda setiap keluarga di
Indonesia akan berkurang dengan melakukan kegiatan bercocok tanam. Di samping
itu, kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama akan menambah keakraban di
antara anggota keluarga.
Nilai-nilai agraris bangsa Indonesia harus ditanamkan
kepada masyarakat Indonesia sejak dini. Kondisi Indonesia yang tengah dilanda
oleh pandemi Covid-19 menjadi saat yang paling tepat untuk menanamkan
nilai-nilai agraris kepada anak-anak. Melalui pertanian keluarga, anak-anak
akan diajarkan bagaimana bercocok tanam, memahami proses panen, hingga
pengolahan hasil panen menjadi makanan yang siap dikonsumsi. Hal ini menjadi
sangat penting mengingat anak-anak di zaman sekarang telah terpapar oleh
kebiasaan menggunakan gawai. Di samping itu, kegiatan bercocok tanam merupakan
salah satu kegiatan yang cukup menyenangkan untuk anak-anak.
Saat ini, identitas negara Indonesia sebagai negara
agraris sudah terkikis. Sebagian besar masyarakat Indonesia memilih untuk
bekerja di sektor industri. Pertumbuhan berbagai macam sektor industri di
Indonesia menjadi sebuah kemajuan bagi negara Indonesia. Hal ini karena salah
satu indikator bertumbuhnya sebuah negara adalah berdirinya sektor
perindustrian. Namun, tumbuhnya sektor industri justru memberikan permasalahan
lain yang lebih kompleks seperti permasalahan lingkungan dan berkurangnya lahan
pertanian. Hal ini tentu menjadi penanda bahwa citra negara agraris Indonesia
kini sudah mulai menghilang.
Masa pandemi Covid-19 ini menjadi sebuah kesempatan
besar bagi pemerintah untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya bertani
dan bercocok tanam. Melalui edukasi kepada masyarakat, pemerintah telah
melakukan sebuah upaya konservasi nilai agraris yang sempat terkikis. Bagi
masyarakat yang belum pernah bercocok tanam, masa pandemi ini menjadi sebuah
kesempatan besar untuk memulai hal baru, dalam hal ini bercocok tanam. Dengan
bercocok tanam, masyarakat Indonesia telah mengimplementasikan sebuah upaya
konservasi nilai agraris bangsa Indonesia. Agar upaya konservasi nilai agraris
ini dapat berkesinambungan, kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat
menjadi sebuah hal yang sangat dibutuhkan.
Program pertanian keluarga menjadi sebuah upaya yang
sangat efektif untuk meningkatkan ketahanan pangan negara Indonesia. Semakin
banyaknya masyarakat Indonesia yang peduli terhadap sumber daya sekitar, maka tidak
menutup kemungkinan masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang mandiri
dalam hal memenuhi kebutuhan pangan. Kemandirian masyarakat Indonesia dalam hal
pangan dapat mengurangi kegiatan impor bahan pangan seperti beras dan sayuran.
Apabila kebutuhan akan pangan bukan menjadi permasalahan yang besar lagi serta
impor bahan pangan ditekan, maka sangat mungkin negara Indonesia menjadi negara
eksportir besar bahan makanan ke seluruh dunia.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pandemic Covid-19
tidak selalu memberikan rasa khawatir kepada masyarakat. Justru kondisi pandemi
ini memberikan jeda bagi masyarakat untuk menjadi lebih kreatif dalam berpikir.
Selain itu, masyarakat juga dituntut untuk lebih peka terhadap lingkungan
sekitar. Secara tidak langsung, kegiatan bercocok tanam dapat meningkatkan rasa
kepedulian seseorang terhadap lingkungan sekitar.
Aksi
sosial berbasis pertanian keluarga
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian awal,
banyak pihak yang melakukan aksi kemanusiaan di tengah pandemi Covid-19. Aksi
tersebut ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak penurunan
ekonomi yang signifikan, entah dalam bentuk kehilangan pemasukan maupun
kekurangan pemasukan. Hal ni membuat beberapa pihak tergerak untuk membantu
mereka memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun sayangnya aksi tersebut tidak mampu
bertahan lama. Akan ada satu titik kegiatan tersebut berhenti bergerak. Selain
itu, saya menilai bahwa aksi kemanusiaan tersebut berpotensi menimbulkan sifat
ketergantungan dan hilagnya nilai kemandirian. Maka dari itu, aksi kemanusiaan
saja tidak cukup untuk mengatasi dampak ekonomi yang melanda sebagian besar
masyarakat Indonesia.
Cara yang paling efektif untuk mengatasi dampak
penurunan ekonomi, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan adalah
membentuk sebuah program pemberdayaan. Hal ini dapat diwujudkan dengan
mengikuti konsep pertanian keluarga tetapi dalam skala yang sedikit lebih
besar. Lembaga maupun organisasi dan komunitas masyarakat dapat menerapkan
konsep pertanian keluarga di sebuah lahan kosong yang sedikit lebih luas. Lahan
kosong ini dapat mereka gunakan untuk menanam berbagai jenis tanaman dan
sayuran untuk kemudian hasil panen dari lahan tersebut dijual. Hasil penjualan
dapat mereka gunakan untuk berdonasi. Namun cara ini membutuhkan waktu yang
cukup lama.
Cara kedua yang dapat dilakukan adalah mengikutsertakan
masyarakat dalam kegiatan pertanian keluarga.
Cara ini lebih mengarah pada kegiatan pelatihan masyarakat. Lembaga maupun
organisasi dan komunitas yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan atau tahu
mengenai pertanian keluarga dapat membagikan ilmunya kepada masyarakat. Hal
pertama yang harus mereka lakukan adalah memilih daerah yang masyarakatnya
sangat terkena dampak penurunan ekonomi. Mereka dapat memilih sebuah lahan
kosong yang berada di daerah tersebut untuk ditanami tanaman pangan. Pihak
pemberdaya dapat melatih masyarakat setempat untuk bercocok tanam di lahan
tersebut. Dengan cara seperti ini, selain dapat memenuhi kebutuhan pangan,
masyarakat juga mendapatkan ilmu baru mengenai pertanian keluarga. Hal ini
membuat aksi yang dilakukan dapat berjalan berkesinambungan. Di samping itu,
kebutuhan akan pangan masyarkat tersebut dapat terpenuhi secara berkepanjangan.
Alhasil masyarakat pun dapat memenuhi kebutuhan pangan mereka secara mandiri.
Hal yang paling mendasar dari sebuah pemberdayaan
adalah pertumbuhan objek yang diberdayakan. Melalui konsep pertanian keluarga
yang diperkenalkan kepada masyarakat kecil, kita telah menerapkan tindakan
konservasi nilai-nilai agraris di kalangan mereka. Kita dapat mengajak
masyarakat untuk mencintai kegiatan bercocok tanam dan menjadikannya sebagai
sumber penghasilan di samping memenuhi kebutuhan pangan. Oleh karena itu
program pemberdayaan dapat dikatakan sebagai pilihan yang jauh lebih
menjanjikan dampaknya dibandingkan dengan aksi kemanusiaan biasa.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian
mikro seperti pertanian keluarga, sedikit demi sedikit akan menumbuhkan rasa
kepedulian masyarakat terhadap potensi alam yang mereka miliki. Mereka akan
sadar akan pentingnya mengembangkan nilai-nilai agraris yang merupakan salah
satu ciri negara Indonesia. Kejayaan pangan Indonesia akan kembali pulih di
tengah carut-marutnya ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Di
samping itu, masyarakat Indonesia akan semakin mandiri dalam hal pemenuhan
kebutuhan pangan. Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya pertanian
akan tumbuh beriringan dengan kepedulian mereka terhadap lingkungan hidup. Hal
ini karena kegiatan bercocok tanam tidak terlepas dari upaya melestarikan
lingkungan hidup. Jadi dapat kita simpulkan bahwa kegiatan pertanian keluarga
memiliki dampak yang besar terhadap upaya konservasi nilai-nilai agraris dan
karakter mandiri masyarakat Indonesia.
Sudah dari satu minggu kebelakang aku lg seneng2nya nanam bunga di sekitaran rumah, salah satu alasannya karena udh mulai musim hujan lagi, karena aku suka hujan juga wkwkwk terus diliat dari 3 hari kebelakang tetanggaku juga ikut nanam bunga juga d sekitaran rumahnya katanya biar keliatan cantik. Apa dari itu aku juga udah ikut memberdayakan juga?😁
BalasHapusOwh tentu sis, memberdayakan bisa di mulai dari hal yang kecil seperti bercocok tanam di pekarangan rumah. Siapa tau kedepannya kepikiran untuk bikin gerakan bercocok tanam yang lebih besar lagi 😁. Tetap semangat memberdayakan ya!
BalasHapus