Penguatan Kemandirian Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19


Pandemi Covid-19 membawa masyarakat Indonesia pada sebuah kondisi baru yang mungkin belum pernah dirasakan sebelumnya. Sebuah kondisi yang sangat berlawanan dengan habituasi sebelum datangnya pandemi tersebut. Hal ini membuat masyarakat Indonesia harus beradaptasi secepat mungkin terhadap kondisi dan situasi baru.

Kondisi baru ini dimulai dengan penetapan kebijakan pemerintah untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan PSBB ini mengharuskan setiap masyarakat Indonesia membatasi bahkan menghentikan berbagai macam kegiatan di luar rumah. Pembatasan kegiatan ini meliputi berbagai macam hal termasuk kegiatan-kegiatan ekonomi dan pekerjaan. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi kontak antara satu orang dengan orang lainnya, mengingat begitu cepatnya Covid-19 menular dari satu individu ke invidu lainnya.

Namun pada kenyataannya, kebijakan tersebut memberikan dampak lain yang lebih besar. Kebijakan PSBB membuat tingkat perekonomian Indonesia menjadi menurun. Hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya kegiatan ekonomi karena setiap orang harus tinggal di rumah dan menghingari berkegiatan di luar rumah.

Kebijakan PSBB ini mempengaruhi perusahaan-perusahaan besar di Indonesia seperti industri pabrikan. Mereka harus merumahkan para pegawainya untuk menghindari kontak fisik yang memungkinkan penularan wabah yang lebih luas lagi. Alhasil kegiatan produksi pun terhambat bahkan terhenti sehingga pemasukan semakin berkurang. Kondisi seperti ini berimbas kepada para pegawai yang bekerja di perusahaan tersebut. Banyak dari mereka yang mengalami penundaan penerimaan gaji hingga pemutusan hak kerja. Hal ini disebabkan perusahaan tidak mampu lagi menggaji para pegawainya.

Akibat dari hilangnya mata pencaharian masyarakat Indonesia yaitu bertambahnya angka pengangguran di Indonesia. Jika tidak segera mendapatkan penanganan yang signifikan, kondisi ini akan meningkatkan jumlah warga miskin di Indonesia. Berdasarkan pada permasalahan ini, kita dapat mengetahui bahwa Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat tetapi juga perekonomian negara.

Permasalahan ekonomi yang melanda masyarakat Indonesia ternyata berpengaruh juga terhadap para tenaga kesehatan. Pasien Covid-19 yang semakin membludak hari demi hari membuat para tenaga medis harus bekerja ekstra untuk menangani mereka. Sering kali kita lihat dalam beberapa berita bahwa banyak tenaga medis yang kekurangan alat pelindung diri.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, beberapa tenaga medis di beberapa pusat kesehatan mengakalinya dengan menggunakan jas hujan. Dilansir dari Pikiran Rakyat, Ketua DPRK Kota Banda Aceh masih menemukan tenaga medis yang mengenakan jas hujan di dua puskesmas, yaitu Puskesmas Alam Gantong dan Puskesmas Meuraxa.[1]

Menghadapi permasalahan tersebut, muncul beberapa kelompok maupun individu masyarakat yang senantiasa berempati. Mereka melakukan berbagai bentuk gerakan kemanusiaan untuk membantu masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi. Seperti yang dilakukan oleh Gerakan Indonesia Peduli di Jabodetabek.

Gerakan Indonesia Peduli merupakan gabungan dari dua gerakan kemanusiaan yaitu Gerakan Pemuda Ansor dan Keuskupan Agung Pontianak melalui Yayasan Landak Bersatu dan Yayasan PenaMas Mulia.[2] Gerakan Indonesia Peduli melakukan aksi sosial di kawasan Jabodetabek dengan membagikan kebutuhan pokok pangan dan sembako.

Selain aksi sosial yang ditujukan kepada masyarakat terdampak Covid-19, aksi sosial juga dilakukan untuk para tenaga medis. Seperti halnya yang dilakukan oleh perancang busana terkenal, Anne Avantie. Anne Avantie rela menghentikan produksi busananya dan menginstruksikan para karyawannya untuk memproduksi Alat Pelindung Diri (APD).[3] Aksi sosialnya ini disebut sebagai aksi “Peduli APD”.

Selain aksi “Peduli APD”, Anne Avantie juga melakukan berbagai macam aksi sosial lainnya seperti “Berbagi Telur Kasih” di Panti Asuhan Wreda dan Pesantren juga rumah singgah penyandang disabilitas.

Aksi kemanusiaan seperti itu sangat membantu dalam meringankan beban masyarakat. Terutama bagi masyarakat yang telah kehilangan pekerjaannya sehingga pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pun terhenti. Bantuan yang mereka terima dari para relawan mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka, setidaknya untuk beberapa minggu kedepannya.

Namun sering kali orang lupa bahwa aksi sosial tersebut tidak bertahan lama. Aksi kemanusiaan seperti membagikan bahan pangan kepada masyarakat suatu waktu dapat berhenti jika sumber donasi berkurang. Selain itu, bahan pangan atau sembako yang mereka terima mungkin hanya bertahan untuk beberapa minggu atau bahkan beberapa hari saja.

Setelah itu sembako pemberian akan habis dan mereka mungkin harus kembali menunggu bantuan lainnya. Itu pun jika ada. Oleh karena itu, perlu adanya aksi yang bersifat kesinambungan, dimana masyarakat yang dibantu juga berperan langsung dalam kegiatan tersebut.


Gerakan atau aksi yang dimaksud adalah gerakan yang berbasis pemberdayaan. Melalui pemberdayaan, para relawan dituntut untuk dapat lebih memahami akar permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, serta meningkatkan wawasan untuk dapat memecahkan permasalahan tersebut.



Para relawan tentunya harus lebih peka terhadap kebutuhan masyarakat yang hendak dibantu. Selain itu, melalui pemberdayaan, masyarakat dapat ikut serta dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri. Hal ini membuat masyarakat akan lebih mandiri dan lebih tidak bergantung pada bantuan dari para relawan dan donatur.

Saat ini, sudah banyak komunitas di beberapa kota dan daerah di Indonesia yang bergerak membentuk sebuah kegiatan pemberdayaan. Aksi mereka berangkat dari kepedulian mereka terhadap kesejahteraan masyarakat terpinggirkan.

Bentuk dari pemberdayaan masyarakat pun sangatlah beragam, mulai dari yang bergerak untuk membangun ekonomi, hingga melestarikan lingkungan dan alam. Tetapi yang terpenting dari sebuah kegiatan pembedayaan adalah nilai kesinambungan dan kebermanfaatannya.

Kondisi pandemi seperti ini membuat setiap masyarakat harus mampu memanfaatkan teknologi dan sumber daya yang ada di sekitar. Hal ini disebabkan keterbatasan mereka untuk dapat berinteraksi dengan dunia luar secara langsung.

Namun bagaimana dengan masyarakat yang terkena dampak penurunan ekonomi? Mereka mungkin kesulitan untuk mendapatkan modal untuk berjualan, atau bagi masyarakat miskin yang memiliki keterbatasan dalam menggunakan teknologi? Hal inilah yang sudah sepatutnya diperhatikan oleh para pemuda yang tergabung dalam komunitas pemberdayaan masyarakat.

Pada kasus ini, saya akan mengambil contoh pemberdayaan masyarakat melalui pertanian mikro. Saat ini, kegiatan bertani dan bercocok tanam kembali menjadi trend bagi sebagian besar masyarakat Indonesia di tengah pandemi Covid-19. Masyarakat yang tinggal di kota memanfaatkan lahan atau pekarangan kecil di rumah mereka untuk menanam berbagai macam tanaman dan sayuran.

Hal ini mereka lakukan untuk menambah bahan makanan untuk kehidupan sehari-hari mereka. Pemerintah pun sudah menekankan hal ini di pertengahan datangnya pandemi agar masyarakat melakukan family farming atau pertanian keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan.

Komunitas pemberdayaan masyarakat dapat menerapkan konsep pertanian mikro ini di kawasan yang padat penduduk tetapi minim sumber daya alam. Mereka dapat memanfaatkan lahan kosong yang cukup luas untuk kemudian mereka tanami dengan berbagai macam sayuran.

Lahan tersebut kemudian dikelola secara mandiri oleh penduduk kawasan tersebut. Hal inilah yang menjadi tugas bagi setiap komunitas, untuk memberikan pelatihan bercocok tanam kepada para penduduk.

Selain memanfaatkan lahan kosong, pembangunan hidroponik juga menjadi pilihan yang dapat dipertimbangkan. Masa tanam serta waktu panen yang singkat membuat hidroponik dapat menjadi pilihan yang tepat untuk menambah sumber bahan pangan. Selain itu, pengelolaan dan perawatan hidroponik pun tergolong mudah sehingga sangat cocok menjadi konsep pertanian di masa pandemi ini.

Melalui konsep pemberdayaan ini, komunitas-komunitas pemberdayaan masyarakat dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat tidak hanya dalam bentuk bahan makanan jadi, tetapi juga dalam bentuk bibit tanaman. Konsep pemberdayaan masyarakat ini tentu akan memberikan dampak positif yang banyak bagi masyarakat yang dibantu.

Hal ini disebabkan masyarakat tidak hanya mendapatkan manfaat berupa bahan pangan tetapi juga keterampilan bercocok tanam. Masyarakat yang terampil dalam bercocok tanam juga mampu meningkatkan ketahanan pangan Indonesia di tengah pandemi.

Berdasarkan penjelasan tersebut, sudah sepatutnya kita sebagai generasi muda memiliki rasa empati dan kepedulian yang tinggi terhadap nasib masyarakat. Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini sangat banyak masyarakat yang membutuhkan uluran tangan para pemuda.

Namun rasa kepedulian dan empati saja tidak cukup, para pemuda harus memiliki pemikiran yang unik dan kreatif untuk menyelesaikan permasalahan di masyarakat secara efektif. Hal ini menjadi wujud tanggung jawab sosial pemuda terhadap masyarakat di tengah pandemi Covid-19.


 

DAFTAR PUSTAKA

Padika, Muhammad Rangga. Antisipasi Virus Corona, Tenaga Medis Pakai Jas Hujan. https://bekasi.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-12361953/antisipasi-virus-corona-tenaga-medis-pakai-jas-hujan-sebagai-apd-di-banda-aceh

Kompas TV. Pandemi Corona, Gerakan Indonesia Peduli dan Bersatu Salurkan Bantuan Kemanusiaan di Jabodetabek. https://www.kompas.tv/article/77066/pandemi-corona-gerakan-indonesia-peduli-dan-bersatu-salurkan-bantuan-kemanusiaan-di-jabodetabek

Arthasalina, Dian Septi. 5 Kisah Inspiratif Anne Avantie yang Wajib Dicontoh Milenial. https://jateng.idntimes.com/life/inspiration/dian-arthasalina/kisah-inspiratif-anne-avantie-dari-peduli-apd-hingga-telur-kasih-regional-jateng/5



Komentar